Don’t
.
.
MeyMey8495
Present
~~Don’t~~
Brakk!!
Bantingan pintu seketika membuat ruangan itu terasa
sangat tegang. Wajar bukan? Pintu Ruang Presdir itu di banting sangat keras
oleh sang presdir itu sendiri. Raut wajahnya yang tampan , sangat mempesona
tetap tidak menandakan situasi yang amankan.
Devano, Restafian Devano. Presdir Restafian crop itu
keluar dari ruangannya dengan wajah yang tidak bisa di artikan. Datar, namun…
dia melangkah menuju lift yang ada lurus dengan pintu ruang-an nya.
BRAKK!!
“RESTAFIAN DEVANO, KAU…” seorang perempuan mungil
menghentikan langkah presdir tampan tadi dengan teriakannya. Walau di berteriak
seakan-akan mau membunuh, menerjang dan menghabisi presdir itu tapi tetap tidak
dapat di bohongi dia melihat Devano dengan penuh harap. Kondisi di luar ruangan
itu jelas sangat tegang melihat itu semua.
“kau…”cicit wanita itu. Matanya kini sudah tidak
sanggup menahan air yang ingin keluar.
Tes….
Seketika rungan itu semakin menegang melihat air
mata menetes dari perempuan itu. Perempuan itu—Kemitha . Tunangan—tidak,
Perempuan yang dalam hitungan dua kali dua puluh empat jam akan menjadi nyonya Restafian
ini menangis. Kemitha bukan tipe perempuan cengeng yang sering menangis,
walaupun kesal, benci, sedih dan sebagainya dia lebih suka memilih diam. Wajar
bukan semua orang di situ terperangah dengan Kemitha yang seperti ini.
“kau… pasti bohong.” Cicitnya lagi. Walau matanya
tajam menatap Devano tapi tetap saja air matanya tidak berhenti.
“Kemitha…” kali ini ganti Devano yang mencicitkan
suaranya. Matanya menatap manik mata Kemitha yang menatapnya tajam.
“jangan pergi.” Kata itu saja yang keluar dari mulut
perempuan itu tapi cukup membuat Devano dan Orang-orang yang menyaksikannya
merasa terancam.
Devano berjalan mendekati Kemitha lalu menarik
dagunya menciumnya dengan lembut. Lalu menatap manik itu lagi dengan lembut dan
berusaha meyakinkan perempuan keras kepala itu.
“aku pasti datang. Aku pasti kembali tepat waktu
sebelum pernikahan kita. Aku janji. Kau boleh membunuhku kalau aku melanggar.”
Kata Devano. Tak peduli semua orang di ruang itu memerhatikan adegan cinta mereka.
“kau bohong…” lirih Kemitha. Airmatanya pun keluar
lagi. Semakin menyakiti hati Devano. Siapa yang tidak sakit melihat orang yang
paling di cintainya menangis, memohon dan merintih seperti ini?
“kumohon jangan per—“ belum selesai Kemitha bicara
bibirnya sudah di bungkam oleh Devano. Kemitha memberontak tanda dia tidak
menikmati ciuman lembut itu.
“ KEMITHA” bentak Devano setelah melepaskan Kemitha
dari ciuman hangatnya. Bentakkan Devano jelas membuat Kemitha langsung diam.
“dengar kan aku...” kata Devano mengambil jeda dan
menarik dagu Kemitha, memaksanya menatap manik milik Devano.
“maaf tuan, mobil anda sudah siap.” Kata seseorang
di belakang Devano menginterupsi kontak mata Kemitha dan Devano.
“Tunggu saja di bawah.” Kata Devano tanpa berpaling
dari wajah Kemitha.
Hati Kemitha langsung melengos begitu mendengar
kata-kata Devano barusan. Devanonya tidak mau mendengarkannya. Untuk apa lagi
dia disini?
Kemitha melepaskan pegangan satu tangan Devano di
tangan kanannya lalu berbalik. Namun Devano yang tersadar dengan respon Kemitha
barusan langsung kembali menghentakkan Kemitha hingga dia kembali menghadapnya.
“Nyonya Restafian Kemitha…” desisnya.
“Dengarkan aku, hanya keluar kota dan itu hanya
membutuhkan waktu empat jam, lalu aku akan kembali. Dan ku pastikan kau menjadi
Restafian.” Katanya tajam, tegas dan penuh keyakinan. Devano lalu berbalik dan
masuk kedalam lift yang pintunya terbuka itu.
Masih jelas dimatanya beberapa detik lalu Devanonya
tersenyum kearahnya sebelum menghilang di telan pintu lift yang tertutup itu.
Seketika tubuhnya merosot jatuh terduduk dan air matanya yang sempat berhenti
mengalir kembali dan semakin deras.
“Devano Bodoh! kenapa kau tidak mau dengar? Kau
pasti akan berbohong. Jantung bodoh! Kenapa tidak mau berhenti berdetak?
Sakit…” lirihnya. Sambil menatap pintu lift itu.
Cukup lama Kemitha menatap pintu lift itu, namun
jelas dan kini ia yakin Devanonya tak akan kembali keluar dari dalam pintu itu.
“hahaha….” Tawanya hambar. Orang-orang di sekitarnya
hanya merinding melihat Kemitha tertawa lirih seperti itu. Tak ada yang berani
mengusik calon nyonya Restafian itu.
Kemitha berdiri lalu masuk ke ruangan Devano, hal
itu sedikit mengurangi ketenggangan di luar. Tidak ada yang tau Kemitha kini
sedang sibuk membenahi hatinya.
Kemitha berjalan menuju meja kerja Devano dan mengambil
pigura diatas meja itu. Fotonya dengan Devano. Mata itu, hidung itu, dan senyum
itu. Kenapa rasanya sangat ia rindukan.
“Buang firasat buruk itu Kemitha bodoh! Dia berjanji
akan kembali!” kata Kemitha melempar pigura itu ke atas meja kerja lalu
berbalik mengambil tasnya yang berada di sofa depan meja kerja itu. Kemitha
lalu berjalan menuju pintu namun belum dia membuka pintu dia berhenti. Berhenti
hanya menatap pintu itu dalam- dalam. Kemitha lalu berbalik menatap seluruh
ruangan itu, seperti tidak ada sudut yang ingin dilewatinya.
“kau sudah janji. Jangan sampai firasat buruk ini
benar-benar menjadi nyata” gumamnya entah pada siapa.
Kini matanya menatap tajam pada meja kerja milik
kekasihnya itu. “kau sudah janji” gumamnya lalu berbalik benar-benar
meninggalkan ruang itu. Pergi dari kantor kekasih sekaligus calon suaminya itu.
.
.
.
“kau sudah dengar?” kata seorang perempuan imut itu
pada laki-laki tampan yang berada di kasir.
“Hah…” desah laki-laki itu. “biarkan saja Neilla.
Dia harus menenangkan dirinya.”
“tapi kita tidak bisa hanya diam saja dan melihat Kemitha
seperti itu! Dia sangat mengganggu.”
“Neilla… dia—kita tidak bisa menyalahkannya. Biarkan
saja sampai dia bisa membuang firasat buruknya itu.” Kata Alfa dibalas
anggukkan perempuan yang di panggil Neilla itu.
.
.
.
“dia masih di sini Alfa?” kata seorang perempuan
yang baru datang itu menghampiri Alfa yang berada di kasir.
“ia, dia masih di sini. Dia sudah ada di sini dari
tadi sore.” Jawab Alfa.
“berarti dia langsung ke sini yah” guman perempuan
itu “kalau begitu aku kesana, ohya. Kenapa kau belum menutup cafĂ©nya? Ini sudah
terlalu larut, bukan?” kata perempuan itu padaAlfa.
“ini aku sudah mau menutupnya.”kata Alfa keluar dari
meja kasir sedangkan Perempuan itu berjalan kearah Kemitha.
“Thalita” panggil Alfa. Lalu menatap perempuan itu
dalam seakan mengatakan sesuatu.
“aku mengerti.” Kata Perempuan yang di panggil Thalita
itu.
.
.
.
“Sudah puas melamunnya Kemitha?” kata Thalita
membuyarkan Kemitha dari lamunannya. Padahal sudah dari lima menit yang lalu Thalita
duduk di depannya namun ia tidak menyadarinya. Kemitha hanya menatap lurus
namun pandangannya kosong entah kemana.
“Thal?…” kata Kemitha tersadar.
“aku sudah dengar. Sampai kapan kau selalu percaya
dengan firasatmu?”
“kalau kau datang hanya untuk itu lebih baik—“
Tertt…Tertt…
Handphone Kemitha yang berada di atas meja
menampakkan nomor yang tidak di kenal. Ada panggilan masuk rupanya.
Kemitha lebih memilih mengangkatnya dari pada
mendengarkan perempuan di depannya itu.
Thalita yang sudah sangat mengenal Kemitha sangat
mengerti kalau perempuan itu menghindar lalu mengangkat telponnya.
Thalita hanya memerhatikan gerak-gerik Kemitha. Ada
yang aneh. Matanya tiba-tiba kosong seperti menerawang. Seketika Thalita
merinding melihatnya.
‘Jangan…’ lirih Thalita dalam hati.
.
.
.
Perempuan itu tampak angkuh dengan kacamata
hitamnya. Dress hitam yang membalut tubuhnya membuat dia tampak menawan.
Dinginnya angin yang berhembus tampak tidak bisa menggoyahkannya. Bagai menara
tinggi yang takkan hancur.
Pandangan Perempuan itu hanya tertuju pada satu
titik. Makam. Makam yang terukirkan sebuah nama….
Nama Restafian Devano.
“pembohong…” desis perempuan itu dibawa angin.
“kau tidak pernah kembali…” gumamnya “pembohong…”
cicitnya lagi.
.
.
.
Thalita, Alfa dan Neilla hanya bisa miris melihat Kemitha
dari jauh.
“ternyata firasat itu nyata” gumam alfa namun masih
dapat di dengar Thalita dan Neilla. Mereka hanya mengangguk mengiyakan Alfa.
.
.
END
.
.
Note:
Silahkan dikomentari. Saya masih terus belajar dari segala macam jenis komentar baik iru komentar baik dan buruk.